Wednesday 23 August 2017

Artikel 2 - Kebudayaan

Vol.18 No.1 Tahun 2016
Perlu ditegaskan di sini bahwa kenduri maulid Nabi ini dilaksanakan di setiap peringkat sosial kehidupan masyarakat. Pada tingkatan terendah, maulid dilaksanakan oleh setiap gampong yang dikoordinir oleh keuchik (kepala desa). Hidangan kenduri disediakan oleh setiap keluarga yang menetap di kampung tersebut. Kenduri dilaksanakan di meunasah atau di bagian beranda masjid. Di sebagian daerah pelaksanaannya dilaksanakan di halaman masjid atau meunasah, karena menurut mereka pelaksanaan kenduri tidak boleh di dalam masjid demi menjaga kebersihan rumah ibadah itu. Kenduri disajikan dalam hidang berlapis; antara tiga hingga tujuh lapis sesuai dengan kemampuan masing-masing keluarga. Meskipun demikian, masyarakat umumnya semua mampu untuk melaksanakan kenduri karena ber pandangan bahwa yang dikendurikan itu merupakan hasil dari upaya mencari rezeki selama satu tahun, masyarakat sudah mencari selama sebelas bulan untuk digunakan dalam bulan ini (bulan Maulid). Oleh karena rezeki anggota masyarakat tidak sama, maka seandainya ada juga yang kurang mampu, maka mereka bergabung dengan dua atau tiga keluarga untuk menyiapkan satu hidangan maulid. Hidangan yang biasanya terdiri atas tiga hingga tujuh lapis, di mana isinya tidak berbeda antara lapisan pertama dengan lapisan selanjutnya. Isi setiap lapis itu terdiri atas beberapa menu utama seperti pha manok (paha ayam kampong), dan boh itek jruek (telur asin). Kedua menu utama itu di sebagian daerah mempunyai makna filosofis bagi masyarakat sebagai bukti kesungguhan dalam menyediakan hidangan dalam kenduri pang ulee (Nabi Muhammad saw.). Kemudian jika maulid dilaksanakan di rumah maka biasanya akan disediakan peungat (Aceh Besar) atau kuah tuhe (Pidie), yaitu hidangan yang terdiri dari ketan, pisang raja, ketela atau ubi jalar, nangka dan kuah santan. Peungat merupakan hidangan penutup sesudah makan nasi dan lauk pauk.
Dakwah Islamiah Pada malam hari sebagai kegiatan puncak Maulod, masyarakat mengadakan dakwah Islamiah yang berisikan tentang sirah Nabawiyah yang disampaikan oleh salah seorang ulama atau da’i terkenal, baik dalam kalangan masyarakat Aceh atau undangan dari luar Aceh. Tujuan ceramah tentang sirah nabawiyyah ini adalah untuk dijadikan sebagai ibrah oleh masyarakat Aceh dalam menata kehidupan dan meneladani sifat-sifat Rasulullah saw. dalam hidup keseharian. Biasanya masyarakat mengundang penceramah yang terkenal pada level
59Abidin Nurdin.
el Harakah Vol.18 No.1 Tahun 2016
kabupaten, provinsi, bahkan nasional, sesuai dengan kemampuan keuangan panitia. Ceramah diadakan pada malam hari, semua masyarakat di gampong tersebut datang menghadiri dan demikian juga dari gampong tetangga. Ceramah di beberapa daerah bahkan ada yang dilakukan sampai tiga malam berturutturut dengan penceramah yang berbeda-beda. Meskipun tiga malam tetapi masyarakat masih ramai yang menghadirinya. Hidangan makanan hanya kue, kopi, teh dan air mineral sekedarnya saja. Itupun hanya untuk yang duduk di kursi dekat mimbar penceramah, sedangkan undangan yang berdiri di luar tidak disuguhi hidangan. Sarana yang dipersiapkan untuk dakwah akbar berupa mimbar da’i juga tidak luput dari sentuhan seniman-seniman remaja setempat. Di samping itu disediakan pula berbagai jenis teratak untuk tempat para undangan yang akan mendengarkan ceramah atau dakwah maulod tersebut. Kegiatan ceramah biasanya diadakan sesudah salat Isya sampai jam 10:3011:00 malam. Sebelum ceramah dimulai dengan pembacaan ayat al-Qur’an, yang dibacakan oleh qari atau qariah tingkat kabupaten atau provinsi bahkan nasional dan internasional. Kemudian diikuti sambutan pejabat setempat, keuchik (kepala desa), camat, bupati atau yang hadir pada saat itu. Materi ceramah berisi tentang sejarah dan peran Rasulullah saw, terkadang dikaitkan dengan isu-isu, masalah masyarakat yang sedang berkembang pada saat itu. Memperingati maulod memiliki beberapa hikmah (Soelaiman, 2011: 164). Pertama, menumbuhkan dan mengembangkan sifat cinta dan patuh kepada Allah swt. dan Rasulullah saw. Kedua, menumbuhkan semangat juang dalam menjalani kehidupan dunia. Ketiga, mempertebal keimanan dalam upaya menghadapi setiap tantangan yang akan merusak kepribadian. Keempat, meningkatkan perasaan dan kebersamaan, sikap tolong-menolong dan ukhuwah Islamiah.
Simpulan Sebagaimana tradisi yang lain, pola integrasi antara Islam dan budaya begitu tampak pada perayaan maulod dipraktikkan oleh masyarakat Aceh. Hal ini dapat dilihat dari uroe maulod, dzikee maulod, idang meulapeh dan dakwah Islamiah yang mengiringi prosesi tersebut. Bahkan tidak cukup hanya itu, perayaan maulod yang dilaksanakan dalam tiga bulan tersebut yaitu, bulan Rabiul Awal (mulod awai), Rabiul Akhir (mulod teungoh) dan pada bulan Jumadil Awal (mulod akhe).
60 Integrasi Agama dan Budaya
el Harakah Vol.18 No.1 Tahun 2016
Nilai-nilai yang muncul dari tradisi maulod dalam masyarakat yaitu, pertama, ketaatan; kepada Allah dalam arti bahwa mengikuti dan mencintai Rasulullah saw merupakan perintah Allah yang harus ditaati; kedua, kecintaan; merayakan maulod merupakan bagian dari rasa cinta kepada Nabi; ketiga, keikhlasan; pengorbanan baik harta, tenaga dan waktu adalah bentuk keikhlasan; keempat, kebersamaan; kehadiran masyarakat di meunasah secara bersama-sama merupakan bentuk kebersamaan yang memperkuat tatanan sosial; kelima,  persaudaraan: undangan yang hadir dari masing-masing meunasah, gampong dan kemukiman mempererat ikatan sosial; keenam, persamaan; semangat equality dapat dilihat dari pada saat maulod tidak memandang status sosial dan ekonomi, orang tua dan anak-anak semua hadir.  
Daftar Pustaka Azra, Azyumardi. 1999. Konteks Berteologi di Indonesia: Pengalaman Islam, Jakarta: Paramadina. …………………... 2004. “Naskah dan Rekonstruksi Sejarah Sosial-Intelektual Nusantara” Makalah Simposium Internasional Pernaskahan VIII di Wisma Syahida UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta 26-28 Juli. Hadi, Abdul MW. 2006. Terjadi Kekosongan Kultural di Tubuh Umat Islam, Suara Muhammadiyah. Hermansyah, 2015. Ini Dia Manuskrip Maulid Nabi, Serambi Indonesia, Edisi, Senin, 21 Desember.  Hoesein, Moehammad. 1970. Adat Atjeh, Banda Aceh: Dinas Kebudayaan Provinsi Daerah Istimewa Aceh. Jati, Wasisto Raharjo. 2012. Tradisi, Sunnah dan Bid’ah: Analisa Barzanji dalam Perspektif Cultural Studies, Jurnal El Harakah, Vol. 14 No. 2, Tahun. http://Infopub.uin-malang/el harakah, diakses 26/12/2015. Kaptein, Nico. 1994. Perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW, Jakarta: IndonesianNedherlans Cooperation in Islamic Studies. Koentjaraningrat. 1980. Beberapa Pokok Antropologi Sosial. Jakarta: Dian Rakyat. Maimanah & Norhidayat, 2012. Tradisi Baayun Mulud di Banjarmasin, Jurnal Al-Banjari, Vol. 11, No. 1, Januari. http://jurnal.iain-antasari.ac.id/index.php/ albanjari, diakses, 26/12/2015.
61Abidin Nurdin.
el Harakah Vol.18 No.1 Tahun 2016
Melayu, Hasnul Arifin dkk. (Editor). 2012. Syiar Islam di Aceh, Banda Aceh: Dinas Syariat Islam. Mudzhar, M. Atho. 1998. Pendekatan Studi Islam: Dalam Teori dan Praktik, Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Muhammad, Rusjdi Ali & Sumardi, Dedy. 2011. Kearifan Tradisional Lokal: Penyerapan Syariat Islam dalam Hukum Adat Aceh, Banda Aceh: Dinas Syariat Islam. Muhammad, Rusjdi Ali. 2005. Peranan Budaya dalam Merajut Kedamaian dan Silaturrahmi, dalam  Darni Daud dkk. (ed), Budaya Aceh, Dinamika Sejarah dan Globalisasi, Banda Aceh: Unsyiah Press. Nurdin, Abidin. 2013. Revitalisasi Kearifan Lokal Aceh: Peran Budaya dalam Menyelesaikan Konflik Masyarakat, Jurnal Analisis, Volume XIII, Nomor 1, Juni. …………. 2015. Membangun Indonesia dari Aceh: Agama Pilar Pembangunan Sosial Budaya, Proceeding dalam Seminar Nasional “Membangun Indonesia Berbasis Nilai-Nilai Agama”, APDISI dan Universitas Airlangga Surabaya, 19-20 November. Pramono, 2010. Penulisan dan Pembacaan Cerita Maulid Nabi Penganut Tarekat Syattariyah di Padang, Jurnal Wacana Etnik, Volume 1, Nomor 1, April. Purwadi, 2014. Harmony Masjid Agung Kraton Surakarta Hadiningrat, Ibda’: Jurnal Kebudayaan Islam,  Vol. 12, No. 1, Januari-Juni.http://ejournal. iainpurwokerto.ac.id./index.php/ibda, diakses 24/7/2015. Schimmel, Annemarie. 1991. Dan Muhammad adalah Utusan Allah: Penghormatan terhadap Nabi Muhammad SAW dalam Islam. Terj. Rahmani Astuti dan Ilyas Yasan. Bandung: Mizan. Sila, Muhammad Adlin. 2001. The Vestivity of Maulid Nabi in Cikoang, South Sulawesi: Between Remembering and Exaggerating the Spirit of the Prophet.” In Studia Islamika, Vol. 8, No. 3. http://ejournal.uinjkt.ac.id. index.php.studi-islamika, diakses 25/7/2015. Soelaiman, Darwis A. 2011. Kompilasi Adat Aceh, Banda Aceh: Pusat Studi Melayu Aceh.
62 Integrasi Agama dan

No comments:

Post a Comment